Cerita
tentang kesombongan, tentang takabur, tentang selalu berbangga diri,
adalah sebuah kisah yang lebih tua dibanding penciptaan manusia. Ia
hadir dan berawal ketika manusia masih dalam perencanaan penciptaan.
Karena hanya para malaikat makhluk yang diciptakan sebelum manusia,
kesombongan sejatinya berhulu dari malaikat. ADALAH Azazil, malaikat
yang dikenal penduduk surga karena doanya mudah dikabulkan oleh Allah.
Karena selalu dikabulkan oleh Allah, bahkan para malaikat pernah
memintanya untuk mendoakan agar mereka tidak tertimpa laknat Allah.
Tersebutlah
suatu ketika saat berkeliling di surga, malaikat Israfil mendapati
sebuah tulisan "Seorang hamba Allah yang telah lama mengabdi akan
mendapat laknat dengan sebab menolak perintah Allah." Tulisan yang
tertera di salah satu pintu surga itu, tak pelak membuat Israfil
menangis. Ia takut, itu adalah dirinya. Beberapa malaikat lain juga
menangis
dan
punya ketakutan yang sama seperti Israfil, setelah mendengar kabar
perihal tulisan di pintu surga itu dari Israfil. Mereka lalu sepakat
mendatangi Azazil dan meminta didoakan agar tidak tertimpa laknat dari
Allah. Setelah mendengar penjelasan dari Israfil dan para malaikat yang
lain, Azazil lalu memanjatkan doa.
"Ya Allah. Janganlah Engkau murka atas mereka."
Di
luar doanya yang mustajab, Azazil dikenal juga sebagai Sayidul Malaikat
alias penghulu para malaikat dan Khazinul Jannah (bendaharawan surga).
Semua lapis langit dan para penghuninya, menjuluki Azazil dengan
sebutan penuh kemuliaan meski berbeda-beda.
>Pada langit lapis pertama , ia berjuluk Aabid, ahli ibadah yang mengabdi luar biasa kepada Allah pada langit lapis pertama,
>Di langit lapis kedua, julukan pada Azazil adalah Raki atau ahli ruku kepada Allah,
>Di langit lapis ke tiga, ia berjuluk Saajid atau ahli sujud,
>Di langit ke empat ia dijuluki Khaasyi karena selalu merendah dan takluk kepada Allah,
>Di langit lapis kelima menyebut Azazil sebagai Qaanit Karena ketaatannya kepada Allah,
>Di langit keenam Gelar Mujtahid, karena ia bersungguh-sungguh ketika beribadah kepada Allah.
> Pada langit ketujuh, ia dipanggil Zaahid, karena sederhana dalam menggunakan sarana hidup.
Selama
120 ribu tahun, Azazil, si penghulu para malaikat menyandang semua
gelar kehormatan dan kemuliaan, hingga tibalah ketika para malaikat
melakukan musyawarah besar atas undangan Allah. Ketika itu, Allah, Zat
pemilik kemutlakan dan semua niat, mengutarakan maksud untuk menciptakan
pemimpin di bumi.
"Sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah (pemimpin) di muka bumi."
begitulah firman Allah.(QS. Al Baqarah : 30)
Semua malaikat hampir serentak menjawab mendengar kehendak Allah.
"Ya
Allah, mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di muka bumi, yang
hanya akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di bumi, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau." (QS. Al Baqarah : 30)
Allah menjawab kekhawatiran para malaikat dan meyakinkan bahwa,
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al Baqarah : 30)
Allah
lalu menciptakan manusia pertama yang diberi nama Adam. Kepada para
malaikat, Allah memperagakan kelebihan dan keistimewaan Adam, yang
menyebabkan para malaikat mengakui kelebihan Adam atas mereka. Lalu
Allah menyuruh semua malaikat agar bersujud kepada Adam, sebagai wujud
kepatuhan dan pengakuan atas kebesaran Allah. Seluruh malaikat pun
bersujud, kecuali Azazil.
"Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat "Sujudlah kamu
kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur
dan adalah ia termasuk
golongan orang-orang yang kafir" (Al Baqarah: 34)
Bersemi Sejak di Awal Surga
Sebagai
penghulu para malaikat dengan semua gelar dan sebutan kemuliaan, Azazil
merasa tak pantas bersujud pada makhluk lain termasuk Adam karena
merasa penciptaan dan statusnya yang lebih baik. Allah melihat tingkah
dan sikap Azazil, lalu bertanya sembari memberi gelar baru baginya
Iblis. "Hai Iblis, apakah yang menghalangimu untuk bersujud
kepada
yang telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu
menyombongkan diri (takabur) ataukah kamu merasa termasuk orang-orang
yang lebih tinggi?" Mendengar pernyataan Allah, bukan permintaan ampun
yang keluar dari Azazil, sebaliknya ia malah menantang dan berkata,
"Ya
Allah, aku (memang) lebih baik dibandingkan Adam. Engkau ciptakan aku
dari api, sedangkan Adam Engkau ciptakan dari tanah."
Mendengar jawaban Azazil yang sombong, Allah berfirman.
"Keluarlah kamu dari surga. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang diusir".
Azazil
alias Iblis, sejak itu tak lagi berhak menghuni surga. Kesombongan
dirinya, yang merasa lebih baik, lebih mulia dan sebagainya dibanding
makhluk lain telah menyebabkannya menjadi penentang Allah yang paling
nyata. Padahal Allah sungguh tak menyukai orang-orang yang sombong.
"Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan
sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai."
Bibit
kesombongan dari Azazil sejatinya sudah bersemai sejak Israfil dan
para malaikat mendatanginya agar mendoakan mereka kepada Allah. Waktu
itu, ketika mendengar penjelasan Israfil, Azazil berkata,
"Ya Allah! Hamba-Mu yang manakah yang berani menentang perintah-Mu, sungguh aku ikut mengutuknya."
Azazil
lupa, dirinya adalah juga hamba Allah dan tak menyadari bahwa kata
"hamba" yang tertera pada tulisan di pintu surga, bisa menimpa kepada
siapa saja, termasuk dirinya.
Lalu, demi mendengar ketetapan Allah, Iblis bertambah nekat seraya meminta kepada Allah agar diberi dispensasi. Katanya,
"Ya Allah, beri tangguhlah aku sampai mereka ditangguhkan."
Allah
bermurah hati, dan Iblis mendapat apa yang dia minta yaitu masa hidup
panjang selama manusia masih hidup di permukaan bumi sebagai khalifah.
Dasar Iblis, Allah yang maha pemurah, masih juga ditawar. Ia lantas
bersumpah akan menyesatkan Adam dan anak cucunya, seluruhnya, Kecuali
hamba-hambaMu yang mukhlis di antara mereka.
"
Maka kata Allah, "Yang benar adalah sumpah-Ku dan hanya kebenaran
itulah yang Kukatakan. Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka
jahanam dengan jenis dari golongan kamu dan orang-orang yang
mengikutimu di antara mereka semuanya."
Menular
pada Manusia Korban pertama dari usaha penyesatan yang dilakukan Iblis,
tentu saja adalah Adam dan Hawa. Dengan tipu daya dan rayuan
memabukkan, Nabi Adam as. dan Siti Hawa lupa pada perintah dan larangan
Allah. Keduanya baru sadar setelah murka Allah turun. Terlambat memang,
karena itu Adam dan Hawa diusir dari surga dan ditempatkan di bumi. Dan
sukses Iblis menjadikan Adam dan Hawa sebagai korban pertama
penyesatannya, tak bisa dilihat sebagai sebuah kebetulan. Adam dan Hawa,
bagaimanapun adalah Bapak dan Ibu seluruh manusia, awal dari semua
sperma dan indung telur. Mereka berdua, karena itu menjadi alat ukur
keberhasilan atau ketidakberhasilan Iblis menyesatkan
manusia. Jika asal usul seluruh manusia saja, berhasil disesatkan apalagi anak cucunya.
Singkat
kata, kesesatan yang di dalamnya juga ada sombong, takabur, selalu
merasa paling hebat, lupa bahwa masih ada Allah, juga sangat bisa
menular kepada manusia sampai kelak di ujung zaman.
Di
banyak riwayat, banyak kisah tentang kaum atau umat terdahulu yang
takabur menentang dan memperolokkan hukum-hukum Allah, sehingga
ditimpakan kepada mereka azab yang mengerikan. Kaum Aad, Tsamud, umat
Nuh, kaum Luth, dan Bani Israil adalah sedikit contoh dari
bangsa-bangsa yang takabur dan sombong lalu mereka dinistakan oleh
Allah,
senista-nistanya. Karena sifat takabur pula, sosok-sosok seperti
Fir'aun si Raja Mesir kuno, Qarun, Hamaan dan Abu Jahal juga mendapatkan
azab yang sangat pedih di dunia dan pasti kelak di akhirat.
Pada
zaman sekarang, manusia sombong yang selalu menentang Allah bukan
berkurang, sebaliknya malah bertambah. Ada yang sibuk mengumpulkan harta
dan lalu menonjolkan diri dengan kekayaannya. Yang lain rajin mencari
ilmu, namun kemudian takabur dan merasa paling pintar. Sebagian
berbangga dengan asal usul keturunan; turunan ningrat, anak kiai, dan
sebagainya. Ada juga yang merasa diri paling cantik, paling putih,
paling mulus dibanding manusia lain. Mereka yang beribadah, shalat siang
malam, puasa, zakat dan berhaji merasa paling saleh dan sebagainya. Ada
yang meninggalkan perintah-perintah Tuhan hanya karena mempertahankan
dan bangga dengan budaya warisan nenek
moyang,
dan seolah-olah segala sesuatu di luar budaya itu tak bernilai. Tak
sedikit juga yang mengesampingkan larangan-larangan Allah hanya karena
menguber era laju zaman modern yang selalu dibanggakan. Sebagai
manusia, orang-orang semacam itu tak bermanfaat sama sekali. Mata
jasmani mereka memang melihat, tapi mata hatinya sudah buta melihat
kebenaran dan kebesaran Allah. Allah telah dijadikan nomor dua,
sementara yang nomor satu adalah diri dan makhluk lain di sekitar
dirinya. Hati mereka menjadi gelap tanpa nur iman sebagai pelita. Akal
mereka tidak dapat membedakan antara yang hak (benar) dengan yang batil
(salah).
"Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri (takabur)"
(Al Muddatstsir: 23).
Iblis
sebagai pelopor sifat takabur selalu mendoktrin kepada siapa saja sifat
takabur, dan mewariskannya kepada jin dan manusia. Tujuannya jelas,
untuk menyebarkan sumpah (Iblis) pada golongannya sebagaimana golongan
setan dari jenis jin. Setan tentu dominan untuk menjerumuskan dan
menyesatkan bangsa jin, begitu pula setan dari golongan jenis manusia,
sangat dominan untuk menjerumuskan dan menyesatkan bangsa manusia.
"Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahanam) kebanyakan dari
jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya
untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-
tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai" (Al Araaf: 179).
Penawar Takabur
Seperti
penyakit hati yang lain, mengobati sifat dan sikap sombong bukan
perkara mudah. Tak ada dokter, tabib, atau sinse yang sanggup
mengobatinya. Dari yang tidak mudah itu, ada beberapa yang bisa disebut
sebagai obat mengatasi sombong atau takabur.
Pertama
adalah tawadu atau merendahkan hati. Hanya dengan sikap rendah hati,
meyakini tak ada yang lebih dan tak ada yang patut dibanggakan dari diri
dan apapun yang diperbuat diri, semua kesombongan bisa disingkirkan.
Sikap tawadu bisa mengimbangi dan menetralkan jiwa dari sifat takabur,
karena hanya dengan rendah hati manusia bisa
melaksanakan
perintah Allah. Seorang yang selalu rendah hati, maka padanya tidak
akan ada rasa congkak dan besar diri apalagi merasa lebih dari yang
lain. Ia senantiasa meyakini sesuatu yang istimewa pada dirinya atau
orang lain, semata karena anugerah Allah.
Kedua
adalah Tawakal melawan sombong. Dengan tawakal alias berserah diri
sepenuhnya kepada Allah maka akal akan menyadari dan hati akan meyakini,
semua yang terjadi pada manusia dan seluruh makhluk adalah atas
kehendak Allah dan karena itu tak layak bagi manusia untuk menyombongkan
diri selain hanya berpasrah pada Allah. Sifat takabur
senantiasa
mengajak manusia untuk berbuat ingkar kepada Allah, sebaliknya tawakal
senantiasa menyuruh manusia berbuat menurut ketentuan Allah.
"Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." (Ali 'Imran: 159).
Ibarat
manusia, maka akan didapati tawadu adalah sebagai ruh, dan tawakal
sebagai jasad. Karena menyangkut tentang kesempurnaan dimensi batiniah
dan dimensi jasmaniah, maka sangat jelas keberadaan dua sifat ini
(tawadu dan tawakal) sangat menentukan untuk menetralkan keberadaan
nafsu (jiwa) yang bertempat antara ruh dan jasad (lahiriah dan
batiniah), termasuk sifat sombong. Karena itu jika ruh dan jasad tadi
tak bersatu, sulit bagi manusia bisa mencapai derajat sebagai manusia
utuh atau insan kamil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar